Gratifikasi Kecil-kecilan
- Periko Putra
- Jul 25, 2014
- 2 min read
Pengertian gratifikasi terdapat pada Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 junto UU No.20 Tahun 2001, bahwa : "Yang dimaksud dengan "gratifikasi" dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjawalan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Walaupun batas minimum belum ada, namun ada usulan pemerintah melalui Menkominfo pada tahun 2005 bahwa pemberian dibawah Rp. 250.000,- supaya tidak dimasukkan ke dalam kelompok gratifikasi. Namun hal ini belum diputuskan dan masih dalam wacana diskusi. Pertanyaannya, bagaimana dengan pemberian dengan nilai hanya sebesar puluhan ribu saja per orang? Semisal Rp. 20.000,- atau Rp. 50.000,-?
Selain uang, bentuk gratifikasi lainya yang sering ditemui adalah pemberian dalam bentuk makanan baik itu buah-buahan dan buah tangan seperti makanan khas suatu daerah. Apakah ini tergolong gratifikasi?
Dua hal ini yang sering sekali muncul bagi penyelenggara negara tingkat bawah.
Selanjutnya, bagaimana mengukur gratifikasi dengan niat seseorang? Biasanya sang pemberi berdalih pemberian itu sebagai rasa syukur terhadap sesuatu yang telah berhasil dilakukan. Seharusnya, ini adalah tindakan terpuji. Namun akan menjadi tercela menurut saya jikalau ungkapan rasa syukur ini justru dibagi bersama dengan orang-orang yang terlibat dalam proses menuju keberhasilan tersebut, yaitu penyelengara negara. Karena apa? Disadari atau tidak, tindakan ini secara tidak langsung akan membuat penyelenggara negara memiliki perbedaan sikap terhadap si pemberi gratifikasi dengan orang lain dalam suatu kepentingan yang sama. Contoh sederhana saja, anggap kita adalah penyelenggara negara, jika dua orang datang ketempat kita, yang satu adalah orang yang pernah atau akan memberi gratifikasi dan yang satu bukan, bisa dipastikan senyum paling manis akan terlebih dahulu kita berikan kepada si pemberi gratifikasi. Dalam hal kecil ini saja, sikap kita sudah berbeda apalagi hal-hal selanjutnya, tentu akan dipermudah dan menjadi prioritas utama dibandingkan dengan orang yang bukan pemberi gratifikasi, bukan?
Setiap pemberian yang mengakibatkan perbedaan dalam tindakan dan pemberian yang diberikan yang seharusnya sudah merupakan kewajiban menurut saya adalah bentuk gratifikasi, sekecil apapun nilainya. Terlepas bagaimanapun niat si pemberi apakah tulus ataupun memiliki tujuan tertentu.
Memang hal ini tidak akan terjangkau oleh hukum, tapi saya yakin nurani kita mampu mencernanya.
Periko Putra ©2014
Comentarios